Alangkah besar Pahalanya Berkunjung Ke Masjidil Aqsha Dan Shalat Didalamnya
KEUTAMAAN MASJIDIL AQSHA / BAITUL MAQDIS
Oleh : Asy-Syaikh Abu ‘Abdirrahman Hisyaam Al-‘Arifiy Al-Maqdisiy
Masjid Manakah yang Dibangun Pertama Kali di Muka Bumi ?
- Dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
قُلْتُ
: يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ ؟ قَالَ
: الْمَسْجِدُ
الْحَرَامُ. قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟. قَالَ : الْمَسْجِدُ
الْأَقْصَى. قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا ؟. قَالَ : أَرْبَعُوْنَ
سَنَةً. ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهْ.
فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ : أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ
الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ
Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka bumi ?”. Beliau menjawab : “Al-Masjid Al-Haram”.
Aku bertanya lagi : “Kemudian (masjid) mana ?”. Beliau menjawab : “Al-Masjid Al-Aqshaa”.
Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara keduanya ?”. Beliau menjawab : “Empat puluh tahun.
Kemudian dimanapun shalat menjumpaimu setelah itu, maka shalatlah, karena keutamaan ada padanya”.
Dan dalam riwayat yang lain : ”Dimanapun shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3366, 3425 dan Muslim no. 520].
Keutamaan SHALAT di Al-Masjidul-Aqsha (Palestina)
- Dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al-’Ash, dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, beliau bersabda :
أَنَّ
سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى
بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللهَ
- عَزَّ وَجَلَّ - خِلَالاً ثَلَاثَةً؛ سَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - :
حُكْماً يُصَادِفُ حُكْمَهُ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ -
مُلْكاً لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، فَأُوتِيَهُ، وَسَأَلَ
اللهَ - عَزَّ وَجَلَّ - حِيْنَ فَرَغَ مِنْ
بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إلَّا
الصَّلَاةُ فِيْهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ
أُمُّهُ (فِي رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
: أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو
أَنْ يَكُوْنَ قَدْ أُعطِيَ الثَّالِثَةَ).
”Sesungguhnya
ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul-Maqdis, (ia) meminta kepada
Allah ’azza wa jalla tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada
Allah ’azza wa jalla agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang
menepati hukum-Nya,
lalu
dikabulkan; dan meminta kepada Allah ’azza wa jalla dianugerahi
kerajaan yang tidak patut
diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan; serta memohon
kepada Allah bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun
yang berkeinginan shalat di situ,
kecuali agar dikeluarkan
kesalahannya (dosa-dosanya) seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya (dalam riwayat lain : Lalu Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Adapun yang kedua, maka telah diberikan. Dan aku berharap, yang ketiga pun dikabulkan)”
[Hadits Shahih, HR. An-Nasa’i [693], dan ini adalah lafadh beliau. Juga oleh Ahmad dalam Musnad-nya dengan lafadh yang lebih panjang lagi [1/176], Ibnu Majah [3377], Ibnu Hibban [5357], Al-Haakim dalam Al-Mustadrak
[1/30-31], Al-Baihaqi dalam Syu’abul-Iimaan [5581], dan yang lainnya di shahihkan oleh Al-Albani, dll.
- Dari Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu, ia berkata :
تَذَاكَرْنَا
وَنَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّهُمَا أَفْضَلُ أَمَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمْ بَيْتُ الْمَقْدِسِ ؟فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِيْ أَفْضَلُ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ
وَلَنِعْمَ الْمُصَلَّى هُوَ وَلَيُوْشَكَنَّ لأَنْ يَكُوْنَ لِلرَّجُلِ
مِثْلُ شَطْنِ فَرَسِهِ (وَفِي رِوَايَةٍ : مِثْلُ قَوْسِهِ) مِنَ
الْأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ
لَهُ مِنَ الدُّنيَا وَمَا فِيْهَا.
Artinya:
”Kami saling bertukar pikiran tentang mana yang lebih utama, masjid Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam atau Baitul-Maqdis, sedangkan di sisi kami
ada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Lalu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
”Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya,
dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya
(dalam riwayat lain : ”seperti busurnya”) dari tempat itu
terlihat Baitul-Maqdis lebih baik baginya dari dunia seisinya”
[Hadits Shahih, HR. Ibrahim bin Thahman dalam Masyikhah Ibni Thahman, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul-Ausath, dan Al-Haakim dalam Al-Mustadrak.
Di Shahihkan oleh Al-Haakim, Adz-Dzahabi dan Al-Albani].
----------------------
Hadits
diatas adalah hadits yang paling shahih tentang pahala shalat di
Al-Masjidul-Aqshaa. Hadits ini menunjukkan, shalat di Masjid Nabi shallallaahu
’alaihi wasallam seperti tempat shalat di Al-Masjidul-Aqshaa.
Pahala shalat di Al-Masjidul-Aqshaa setara dengan 250 kali (shalat di
masjid lainnya).
-------------
Syaikh kami (Al-Albani) dalam Silsilah Ash-Shahiihah
(no. 2902) mengatakan : ”Hadits yang paling shahih tentang
keutamaan shalat di sana (Al-Masjidul-Aqshaa) adalah hadits Abu Dzarr radliyallaahu ’anhu, ia berkata :
”Kami saling bertukar
pikiran tentang, mana yang lebih utama, masjid Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam atau Baitul-Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.
Lalu Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik....” (al-hadits) [selesai].
---------------------------
Hadits ini termasuk bukti kenabian shallallaahu ’alaihi wasallam.
Yaitu berita bahwa seseorang berangan-angan memiliki tanah meskipun
sedemikian sempit, asalkan dapat melihat dari dekat Baitul-Maqdis dari
tanahnya tersebut.
Jangan Bersusah Payah Bepergian, Kecuali Menuju Tiga Masjid
- Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam beliau bersabda :
لَا
تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى.
”Tidak
bolehbersusah payah bepergian, kecuali ketiga masjid, (yaitu) :
Al-Majidil-Haraam, Masjid Rasulillah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan
Al-Masjidil-Aqshaa” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (1189) dan Muslim (1389)].
Keutamaan I’tikaf di Al-Masjidul-Aqshaa
- Dari Abu Waa’il radliyallaahu ’anhu, ia berkata :
قَالَ حُذَيْفَةُ
بْنُ يَمَانِ لِعَبْدِ اللهِ يَعْنِي : ابْنَ مَسْعُوْدٍ عُكُوْفٌ بَيْنَ
دَارِكَ وَدَارِ أَبِي مُوْسَى لَا يَضُرُّ ! وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : لَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ الثَّلَاثَةِ. فَقَالَ
عَبْدُ اللهِ : لَعَلَّكَ نَسِيْتَ وحَفِظُوا وَأَخْطَأْتَ وَأَصَابُوا.
Hudzaifah bin Al-Yamaan berkata kepada Ibnu Mas’ud
: ”I’tikaf antara rumahmu dan rumah Abu Musa tidak masalah (tidak sah), padahal aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda :
”Tidak ada
i’tikaf kecuali di tiga masjid”. ’Abdullah bin Mas’ud menjawab : ”Mungkin engkau lupa sementara mereka hafal. Engkau salah dan mereka benar”
[Hadits shahih, Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubraa (4/316), Ath-Thahawi dalam Al-Musykiil (4/20), dan Al-Isma’ily dalam Al-Mu’jam (112/2). Hadits ini terdapat dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 2786, dan Al-Albani berkata : ”Shahih
sesuai syarat Shahihain”].
---------------------
Syaikh
kami (Al-Albani) berkata : ”Pernyataan Ibnu Mas’ud bukanlah untuk
menyalahkan Hudzaifah dalam periwayatan hadits ini. Namun tampaknya
beliau menyalahkan
Hudzaifah dalam pengambilan dalil (istidlaal) dalam permasalahan i’tikaaf yang diingkari Hudzaifah.
Karena ada kemungkinan pengertian hadits ini menurut Ibnu Mas’ud adalah tidak ada i’tikaaf
yang sempurna, seperti sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
لَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِيْنَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ.
”Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak
memiliki amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak
menepati janjinya”.
(Hadits
hasan, HR Ahmad (12383), ibnu
Abi Syaibah (7/223), Thabrani dalam Mu'jam Al-Ausath (2606), ibnu
Hibban (194), dll, di hasankan oleh Syeikh Syu'aib Al-Arna'ut).
Kemakmuran Baitul-Maqdis
- Dari Mu’adz bin Jabal radliyallaahu ’anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
عُمْرَانُ
بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ
يَثْرِبَ خُرُوْجُ الْمَلْحَمَةِ وَخُرُوْجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ
الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ وَفَتْحُ الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ خُرُوْجُ
الدَّجَّالِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ الَّذِيْ حَدَّثَهُ أَوْ
مَنْكِبِهِ ثُمَّ قَالَ : إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا أَنَّكَ
هَاهُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ.
”Pembangunan menyeluruh (Disebabkan banyaknya orang, bangunan, dan harta), Baitul-Maqdis adalah waktu kerusakan
[1] (10) Madinah, dan kerusakan Madinah adalah waktu keluarnya Malhamah (perang),
dan keluarnya Malhamah adalah waktu penaklukan Konstantinopel, dan penaklukan Konstantinopel adalah waktu
(dekat) keluarnya Dajjal”.
Kemudian beliau shallallaahu ’alaihi wasallam memukul paha atau bahu orang yang diajak bicara dengan tangannya, seraya bersabda : ”Ini sungguh sebuah kebenaran
sebagimana benarnya kamu di sini atau sebagaimana kamu duduk, yaitu Mu’adz bin Jabal”
[Shahih, Diriwayatkan oleh Ahmad (5/232), Abu Dawud (4294), ’Ali bin Ja’d (3530), Abu Bakr bin Abi Syaibah
(), Al-Haakim 4/420-421, Al-Khathib dalam At-Taariikh 10/223, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 4252, di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani)
Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam sebuh hadits Nabi
disebutkan -tentang Dajjal-,
لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ
الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ
“Dajjal tidak akan
memasuki empat masjid: masjid Ka’bah (masjidil Haram), masjid Rasul (masjid
Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid Ath Thur.” (Shahih, HR. Ahmad 5:
364. Di shahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
[Lilik ibadurrohman]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar