Sabtu, 14 September 2013

Suri Tauladan Rasulullah




Rasulullah telah menjadi teladan para shahabatnya, serta menjadi panutan kita dalam melangkah dan mengarungi samudera yang dahsyat dengan gelombangnya kehidupan. Beliau adalah sebaik-baik teladan bagi umatnya.

Allah Ta'ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

Artinya:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21)

Imam As Sa’dy mengatakan di dalam tafsirnya hal. 609, “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik yaitu dari sisi di mana beliau menghadiri sendiri suara hiruk pikuk dan langsung terjun ke medan laga.

Beliau adalah orang yang mulia dan pahlawan yang gagah berani. Lalu bagaimana kalian menjauhkan diri kalian dari perkara yang Rasulullah bersungguh-sungguh melaluinya seorang diri?  Maka jadikanlah dia sebagai panutan kalian dalam perkara ini dan sebagainya.” 

Kemudian dikatakan oleh Imam As Sa’dy dalam tafsirnya: “Suri teladan itu ada dua macam yaitu yang baik dan yang buruk. Suri teladan yang baik itu ada pada diri Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wassalam karena orang yang menjadikannya sebagai suri teladan, sungguh dia telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah. Itulah jalan yang lurus. 

Adapun menjadikan selain Rasulullah sebagai suri teladan, apabila orang tersebut menyelisihi beliau, maka itu adalah suri teladan yang jelek seperti ucapan orang musyrik ketika diseru untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan, mereka mengatakan:

‘Sesungguhnya kami telah menemukan bapak-bapak kami di atas satu ajaran dan kami di atas agama mereka mengikut.’ Suri teladan yang baik ini akan ditempuh dan akan mendapatkan taufiq atasnya, oleh orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan kebahagiaan di hari akhir. 

Yang mendorongnya untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan yang baik adalah iman, takut kepada Allah, berharap pahala dari-Nya, dan takut terhadap adzab-Nya". [Selesai perkataan As-Sa'di]

Al Hafidz Ibnu Katsir, dalam tafsir 3/483, mengatakan: “Ayat ini merupakan landasan pokok menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan dalam ucapan-ucapan beliau, perbuatan-perbuatan, dan dalam semua keadaan beliau.” 

Keteladanan Rasulullah

Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah di dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang. 

Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Al Fawaid hal. 172 mengatakan: “Tatkala Rasulullah menampakkan sangat butuhnya beliau kepada Allah (beribadah), yang demikian itu menjadikan sangat butuhnya manusia kepadanya baik di dunia dan di akhirat.

Kebutuhan mereka (manusia) di dunia (terhadap Rasulullah) jauh lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman, serta ruh yang merupakan kehidupan jasad.

adapun kebutuhan manusia kepada Rasulullah di akhirat yaitu ketika seluruh manusia di saat itu meminta kepada semua Rasul agar meminta kepada Allah syafa’at yang akan membebaskannya dari kedahsyatan hidup.

Semua nabi di saat itu tidak sanggup untuk melakukan demikian. Lalu beliau -memberikan syafa’at kepada mereka dan dialah yang meminta agar dibukakan bagi mereka pintu surga.”  [selesai perkataan ibnul Qoyyim].

Aisyah Radhiyallahu Anha pernah menceritakan Akhlak Rasulullah:

عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، أَخْبِرِينِي بِخُلُقِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: " كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ،

Sa'ad bin Hisyam bin Amir pernah menemui Aisyah, lalu ia bertanya: Wahai Ummul Mu'minin, kabarkan kepadaku tentang Akhlaknya Rasulullah..? Lalu Aisyah menjawab: “Akhlaknya Nabi adalah Al Qur’an.” (Shahih, HR Ahmad (24601), di shahihkan oleh imam Al-Arna'ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad). 

Inilah jawaban dari seorang shahabiyah yang faqih dan mengetahui secara jelas di hadapan matanya bagaimana Rasulullah berkata, berbuat, dan bertingkah laku, dikarenakan beliau adalah isteri Rasulullah. Jawaban yang sangat singkat dan mencakup segala perkara kebaikan di dalam agama ini. 

Rasulullah Memiliki Sifat Penyayang

Di antara bentuk keteladan beliau adalah penyayang. Apakah anda memiliki sifat kasih sayang kepada sesama? Dan sudahkah anda berhias dengan sifat ini? Sifat Rasulullah ini telah diceritakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.

Allah Ta'ala berfirman:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128)

“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”
(At-Taubah: 128)

Allah Ta'ala juga berfirman,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ..

yang artinya:
“Muhammad adalah Rasul Allah dan orang-orang yang menyertainya sangat keras terhadap orang kafir dan penyayang antara sesama mereka.”
(Al-Fath: 29)

Dalam ayat lain:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ...

“Maka dengan rahmat Allahlah kamu menjadi lemah lembut terhadap mereka dan jika kamu berkeras hati niscaya mereka akan lari darimu.”
(Ali-‘Imran: 159) 

Sekali lagi sudahkah anda berhias dengan sifat ini???

 Padahal Rasulullah bersabda:

إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه ولا ينزع من شيء إلا شانه

“Tiadalah sifat kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.”
(HR. Muslim (2594) dari shahabat ‘Aisyah) 

Dan Rasulullah bersabda:

" من لم يرحم صغيرنا ويعرف حق كبيرنا فليس منا

“Bukan termasuk dari kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar.”
(Shahih, HR. Abu Daud (4943) dan Tirmidzi (1920) dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash) 

Sumber Rujukan
1. Tafsir As-Sa'di,  2. Tafsir ibnu Katsir,  3. Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
(Lilik Ibadurrohman)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar